Selasa, 19 September 2017

Demokrasi, HAM, Rule of Law




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang                 
Negara terbentuk juga karena adanya warga negara di dalam negara tersebut, hal ini dapat disebut dengan demokrasi. Demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau dengan kata lain, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. karena rakyat merupakan unsur pembentuk adanya negara, maka rakyat juga berhak mengeluarkan pendapat bahkan memimpin suatu negara.
Berhubungan dengan hal tersebut, manusia memiliki hak dalam hidupnya atau hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang diturunkan oleh Tuhan dan berlaku seumur hidup serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya hak asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi manusia masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui. Rule of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan masyarakat dan Negara beserta seluruh kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu Negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil baik sesama warga Negara maupun pemerintah.  

1.2 Rumusan Masalah :
1. Bagaimana konsep demokrasi?
2. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia?
3. Bagaimana konsep Hak asasi manusia?
4. Bagaimana pelaksanaan Hak asasi manusia di Indonesia?
5. Bagaimana konsep rule of law?
6. Bagaimana Pelaksanaan rule of law di Indonesia?
7. Bagaimana kasus yang terkait dengan demokrasi, hak asasi manusia dan
    rule of law?

1.3 Tujuan :
1. Untuk mengetahui konsep demokrasi
2. Untuk mengetahui pelaksanaan demokrasi di Indonesia
3. Untuk mengetahui konsep hak asasi manusia
4. Untuk mengetahui pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia
5. Untuk mengetahui konsep rule of law
6. Untuk mengetahui Pelaksanaan rule of law di Indonesia
7. Untuk mengetahui kasus yang terkait dengan demokrasi, hak asasi manusia
     dan rule of law

1.4  Manfaat :
1.   Bagi pembaca, setelah membaca maklah kami ini diharapkan mampu mehamami menganai konsep demokrasi, ham dan rule of law selain itu pembaca juga diharapkan makalah ini dijadikan sebagai bahan referensi.
2.      Bagi mahasiswa, agar lebih memperkaya wawasan tentang materi perkuliahan pendidikan kewarganegaraan.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Demokrasi
   Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari dua suku  kata demos dan kratos kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi  democracy.
Demos yang artinya rakyat, dan  kratos yang  berarti pemerintahan. Dengan demikian demokrasi memiliki makna pemerintahan rakyat atau dengan kata lain, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Implementasi konsep demokrasi pada tingkat nasional di dalam negara kebangsaan yang berskala besar adalah bahwa tindakan-tindakan pemerintah itu pada umumnya tidak dilakukan secara langsung oleh warga negara, melainkan secara tidak langsung melalui wakil-wakil rakyat yang dipilih berdasarkan prinsip kebebasan dan kesamaan. Jadi setiap negara demokrasi rakyatlah yang memiliki kedaulatan atau kekuasaan tertinggi.
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan pertama kali dilaksanakan di jaman Yunani kuno  antara abad 4-5 SM, dalam praktik Negara Kota (City State) di Athena  yang menerapkan model demokrasi langsung. Sistem  negara kota dengan model demokrasi langsung ini, tidak steril dari resistensi dan kritik karena oleh para pendukung sistem Monarchie, karena disamping sebagai ancaman bagi monarchie, juga tidak tertutup dari praktik anarkhi. Kuatnya pengaruh kaum pendukung monarchie ini telah menyebabkan model demokrasi negara kota ini tidak populer. Dan kemudian baru muncul lagi  dan menyentak kemapanan  praktik monarchie.
Istilah demokrasi baru muncul kembali dalam politik pemerintahan setelah Revolusi Amerika (1776) dan revolusi Prancis (1789). Lewat revolusi Amerika diumumkan bahwa sistem pemerintahan yang baru adalah The Govermant By The People yang berbeda dengan Monarchi Absolute. Namun demikian, menurut Winataputra (2005) demokrasi merupakan konsep yang masih disalah pahami dan disalah gunakan manakala rezim-rezim totalizer dan diktator militer berusaha memperoleh dukungan rakyat dengan menempelkan label demokrasi pada diri mereka sendiri.

 Suatu negara dapat dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahannya mewujudkan asas-asas demokrasi dan prinsip-prinsip demokrasi.
a. Asas-asas demokrasi, antara lain :
1. Adanya pengakuan akan partisipasi rakyat dalam pemerintahan.
2. Adanya pengakuan akan harkat dan martabat manusia, bentuknya berupa
             perlindungan hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

b. Prinsip demokrasi, antara lain :
1. Kontrol atas keputusan pemerintah
2. Pemilihan yang teliti dan jujur
3. Adanya hak memilih dan dipilih
4. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman
5. Adanya kebebasan mengakses informasi
6. Kebebasan berserikat.

c. Suatu negara dapat disebut sebagai negara demokratis, antara lain :
1. Perlindungan konstitusional, konstitusi selain menjamin hak-hak individu,
        harus menentukan pula prosedur untuk perlindungan hak-hak yang
        dijamin tersebut.
2. Badan kehakiman yang tidak memihak
    3. Pemilihan umum yang bebas
    4.  Kebebasan untuk menyatakan pendapat
    5.  Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi dan beroposisi
    6. Pendidikan kewarganegaraan

2.2 Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah perkembangannya Indonesia pernah melaksanakan paham
demokrasi liberal melalui sistem demokrasi parlementer. Tidak mengherankan jika di era orde lama dengan sistem demokrasi parlementer ini tumbuh dan berkembang sistem multi partai. Tetapi tampaknya ini tidak memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menciptakan pemerintahan yang kuat. Sistem demokrasi parlementer ini telah membuat pemerintahan jatuh bangun hingga akhimya pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan sistem demokrasi terpimpin.
Dengan diputuskannya melalui kekuatan Dekrit 5 Juli 1959 bahwa Indonesia
kembali menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, maka era demokrasi terpimpin berlaku di Indonesia. Demokrasi terpimpin disini sesungguhnya semula dimaksudkan sebagai demokrasi yang dipimpin oleh sila-sila Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam pelaksanaannya cenderung terjadi penyimpangan–penyimpangan dan penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945 itu sendiri yang berakibat terjadinya stagnasi di dalam menjalankan roda pemerintahan demokrasi dengan diwarnai oleh adanya kultus individu terhadap negara serta tidak berfungsinya peran lembaga-lembaga perwakilan dan permusyawaratan seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang pada akhirnya berpuncak pada terjadinya tragedi nasional pemberontakan G-30S/PKI.
Dengan lahirnya periode pemerintahan orde baru mulai tahun 1966 yang bertekad dan bersemboyan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konskuen, maka era demokrasi terpimpin di Indonesia mulai ditinggalkan dan memasuki era paham demokrasi Pancasila. Dengan paham demokrasi Pancasila pemerintahan orde baru bermaksud melaksanakan asas kedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh sila keempat Pancasila dan UUD 1945. Namun, dalam pelaksanaannya negara mempergunakan sistem NBO (Negara Birokratik otoriter). Sistem demokrasi Pancasila tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi cendrung hanya bersifat retorika politik dan menjadi jargon-jargon politik saja, karena dalam prakteknya tidak pernah bermuara kepada pemberdayaan kedaulatan dan partisipasi rakyat, melainkan hanya diarahkan bagi kepentingan memperkuat kedudukan dan melindungi kepentingan penguasa dan kroni-kroninya.
Kini Indonesia memasuki era Reformasi, yang salah satunya bertujuan melaksanakan prinsip–prinsip demokrasi dalam seluruh aspek kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat Indonesia. Era baru, dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia adalah adanya pemilu yang sukses dilaksanakan dengan sistem multi partai yang dalam pelaksanaannya disamping berlaku asas luber juga lebih bersifat jujur dan adil, terbentuknya lembaga–lembaga perwakilan rakyat yang lebih representatif mencerminkan kedaulatan rakyat, pemilihan presiden yang benar–benar berlandaskan mekanisme prinsip–prinsip demokrasi, pembentukan komite pemilihan umum yang bersifat independen, upaya amandemen UUD 1945 yang dapat berjalan dengan mekanisme yang demokratis tanpa goncangan terhadap stabilitas nasional, serta terbukanya kran demokrasi yang lebih luas bagi upaya partisipasi masyarakat. Namun harus disadari bahwa demokrasi bukanlah sebuah produk jaman sehingga ia akan berakhir pada suatu era tertentu. Diakui oleh para negarawan dan para ahli bahwa Demokrasi adalah sebuah proses eksperimen dalam masyarakat dalam rangka proses menjadi, sehingga akan terus berkembang mengikuti dinamika bahkan dialektika masyarakat. Isu yang muncul di masyarakat, ada kecendrungan bahwa banyak orang demokrasi di era reformasi cenderung kebablasan, sehingga tidak mampu menciptakan negara dan pemerintahan yang kuat karena tidak adanya stabilitas nasional.

2.3 Konsep Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Maha esa. Karenanya hak ini harus dihormati, dilindungi, dan tidak layak untuk dirampas oleh siapapun serta tidak dapat dipisahkan dari pribadi manusia itu sendiri. Hak yang paling mendasar dari manusia itu meliputi :
        1. Hak Hidup
        2.  Hak kemerdekaan ( kebebasan)
        3.  Hak memiliki sesuatu.
HAM tidak berlaku jika manusia pada suatu daerah yang sama sekali tidak mempunyai kontak dengan manusia lain. Disebut asasi, karena tanpa hak tersebut seseorang tidak dapat hidup sebagaimana layaknya manusia. Hakikat manusia tidak lain adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi penalaran. Inilah pebedaan esensial antara manusia dengan makhluk lainnya.
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh dunia dan hak-hak asasi diinjak-injak, timbul keinginan untuk merumuskan hak asasi itu dalam suatu naskah internasional. Usaha itu pada tahun 1948 berhasil dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Deklarasi HAM PBB memerinci sejumlah cita-cita dan harapan yang digandrungi oleh setiap manusia dimuka bumi, seperti hak untuk hidup, hak untuk memeluk agama, hak berserikat, hak untuk menyuarakan pendapat, hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak, hak untuk bebas dari rasa takut serta hak-hak yang lain. Teori HAM versi barat mengatakan bahwa pemerintah dimanapun berkewajiban melindungi rakyatnya dari pelanggaran HAM.
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian tentang seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Sering perjuangan itu menuntut pengobanan jiwa dan raga. Di dunia barat telah berulangkali ada usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin. Keinginan itu muncul setiap kali terjadi hal-hal yang dianggap menyinggung perasaan dan merendahkan martabat manusia. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah yang secara berangsur-angsur menetapkan bahwa ada beberapa hak yang mendasari kehidupan manusia dan karena itu bersifat universal dan asasi.  Pengakuan dan penghargaan HAM tidak diperoleh secara tiba-tiba, tetapi melalui sejarah yang panjang. Pengakuan HAM dimulai dari :
  1. Di Inggris dengan dikeluarkanya Magna Charta pada tahun 1215 yaitu suatu dokumen yang mencatat tentang beberapa hak yang diberikan Raja John kepada para bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja. Pada tahun 1689 keluarlah Bill of rights (Undang-Undang Hak) suatu undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II.
  2. Di Amerika Serikat pada 4 Juli 1776, lahirlah The Declaration of American Independence atau naskah pernyataan kemerdekaan rakyat Amerika Serikat dari koloni Inggris.
  3. Di Perancis pada tahun 1789 terjadi revolusi untuk menurunkan kekuasaan Raja Louis XVI yang sewenang-wenang. Revolusi ini menghasilkan UUD Perancis yang memuat tentang “La Declaration des droits de l’homme et du citoyen (pernyataan hak manusia dan warga negara).
  4. Piagam The Four Freedom of Roosevelt 1941(empat kebebasan) yang dirumuskan Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt yang terdiri atas : Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (fredom of speech), kebebasan beragama (freedom of religion), kebebasan dari ketakutan (freedom from fear), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
  5. Komisi Hak-hak Asasi (Commission on Human Rights) pada tahun 1946 didirikan oleh PBB, menetapkan secara rinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) diterima secara aklamasi oleh negara-negara yang tegabung dalam PBB
Timbulnya hak-hak kebebasan dasar yang dideklarasikan oleh PBB dalam sidang umum pada tanggal 10 Desember 1948 selanjutnya diperingati sebagai hak asasi manusia sedunia, bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan serentetan perjuangan manusia yang memperjuangakan atau menegakkan hak asasi manusia tersebut.

2.4 Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Setelah Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945 ternyata perjuangan untuk mempertahankan hak asasi kemerdekaan yang sudah diperolehnya masih terus dilakukan karena Belanda datang lagi ke Indonesia untuk menjajah kembali Indonesia, agresi militer dilakukan oleh belanda, perjanjian yang sudah disetujui dilanggarnya akibatnya banyak pahlawan yang berguguran, banyak benda berhamburan, kelaparan dan jerit tangis bangsa Indonesia terjadi dimana-mana, setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia tahun  1949 dan meninggalkan negeri ini, berbagai peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh orang atau kelompok yang tidak puas terhadap pemerintah Indonesia terus berkembang dan menyakitkan  hati bangsa Indonesia dan terjadi lagi pelanggaran hak asasi manusia, seperti peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, APRA, Westerling, PRRI/Permesta, RMS, DI/TII dan lain-lain serta puncaknya peristiwa G 30 S/ PKI di Tahun 1965.
Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno belumlah dapat melindungi bangsa ini secara baik terhadap pelanggaran hak asasi manusia seperti yang diamanatkan  oleh UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Peristiwa kelabu 1 Oktober 1965 pagi enam Jendral Pahlwan Revormasi terbunuh sia-sia ini merupakan pelanggaran HAM berat. Pemerintah waktu itu sibuk menyelamatkan diri bahkan Menteri-Menteri di Pemerintahan Sukarno banyak yang terlibat dalam G 30 S / PKI 1965, situasi waktu itu betul-betul sangat kacau, harga barang melonjak, hak asasi manusia terabaikan.
Pada masa pemerintahan Presiden Suharto 1966-1998, masa pemerintahan ini yang selalu menggembar-gemporkan tentang koreksi total terhadap segala penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 justru menjadi pelanggar hak asasi manusia yang tidak ketulungan, dengan berkedok berbagai dalih di balik kepentingan negara dan bangsa. Di dalam pelaksanaan pembangunan banyak penyimpangan dan pemerasan berupa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan para pejabat beserta keluarga dan kroni-kroni, pada masa ini apabila berani menentang atau mengkritisi pelaksanaan pemerintahan bisa ditangkap aparat dan bahkan tidak ada kabarnya.
Pada masa pemerintahan reformasi sekarang ini masalah hak asasi manusia sudah banyak mendapat perhatian pemerintah dan berbagai peraturan tentang hak asasi manusia  sudah banyak ditetapkan. Di era reformasi ini jangan sampai kecolongan lagi, oleh karena itu control dari semua pihak sangat diperlukan.
Landasan hukum HAM yang berlaku di Indonesia yaitu :
a.               Pancasila sebagai dasar negara khususnya sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
b.               UUD 1945 yaitu pada
1.        Alenia I antara lain menyebutkan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan.” Kalau kita simak isi dari  alenia I ini mengandung perjuangan hak asasi manusia untuk semua bangsa di dunia, jadi bersifat universal.
2.        Alenia IV antara lain menyebutkan : “…. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melakasankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…. Kemanusian Yang Adil dan Beradab….”
c.               Bab dan Pasal-Pasal UUD 1945 hasil amandemen, secara tegas memberikan pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, diatur dengan lebih jelas dan terinci dalam Bab X A pada pasal 28A-pasal 28J.
d.              Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
e.               Peraturan Perundangan lainnya :
Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1998 tentang pelaksanaan HAM di Indonesia dan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT), Dll.

2.5  Konsep Rule Of Law
  Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke-19, seiring dengan negara konstitusi dan demokrasi. The rule of law dikemukakan oleh seorang Albert Venn Dicey pada tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah  buku berjudul “Introduction To The Study Of The Law Of Constitution”. Sejak itulah  rule of law mulai menjadi bahan kajian dalam pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda. Jadi Rule of law adalah konsep tentang seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan.
Terdapat tiga unsur dari rule of law, yaitu sebagai berikut :
1.      Unsur Supremacy of law : mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah). Kedua-duanya tunduk pada hukum. Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. Hukum dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu.
2.      Equality before the law  : dimana semua pun yang berada di atas. Jadi setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum. Penguasa maupun warga negara.
3.      Constitution based human rights : konstitusi merupakan daskutan, dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus melarang setiap pelanggarannya terhadap hak dan kemerdekaan rakyat.

2.6     Pelaksanaan Rule of Law di Indonesia
Supremasi hukum adalah unsur pertama dari rule of law UUD 1945 cukup jelas menyatakan Negara Republik Indonesia menempatkan hukum pada tempat yang utama sebagai pusat kekuasaan yang ada di dalam negara. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, dalam Batang Tubuh, Pasal 3, Pasal 4 ayat 1, juga dalam penjelasan, yaitu pada kalimat :
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Dalam UUD 1945 hal ini dirumuskan dalam Pasal 27 ayat 1, yang  berbunyi : “Segala warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan  pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Ketentuan ini telah mencerminkan asas demokrasi, dan bukan saja hanya menjamin persamaan kedudukan dalam hukum, tetapi juga persamaan hak dan kewajiban dalam politik, sosial dan budaya. Unsur ini menunjukkan lebih demokratis jika dibandingkan dengan rule of law. Unsur-unsur rechtstaat maupun unsus-unsur rule of law, bagi negara Indonesia telah terpenuhi, namun demikian Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri sebagai negara yang bedasarkan hukum, dengan unsur-unsur utamanya, yang dirumuskan sebagai berikut :
  1. Hukumnya bersumber pada Pancasila
  2. Berkedaulatan rakyat
  3. Sistem konstitusi
  4. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warga negara.
  5. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain
  6. Pembentuk undang-undang adalah presiden bersama-sama dengan DPR; 7.
  7. Dianutnya sistem MPR.

Secara realitas Indonesia dapat dikatakan memenuhi persyaratan sebagai negara hukum. Keutamaannya dapat dilihat pada unsur-unsur negara yakni Cita Pancasila dan penamaan yang khas “Negara  berdasar atas hukum” secara fakta bahwa Indonesia menciptakan sendiri konsep negara hukumnya berdasarkan cita negara Pancasila, secara universal Indonesia tidak juga membelakangi konsep umum yang ada.

2.7  Kasus terkait pelanggaran Ham dan Demokrasi di Indonesia

Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang Aktivis HAM yang selalu di depan dalam membela HAM yang tertindas dari (oknom) Militer saat itu. Munir melalui Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) banyak membantu keluarga korban penculikan dan kekerasan yang terjadi saat Tragedi Semanggi I (1998), Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Semanggi II (1999), Peristiwa Tanjung Priok.
Tragedi ini bermula saat Munir menuju Amsterdam untuk melanjutkan studi program master (S2) di Universitas Utrecth Belanda. Munir naik pesawat Garuda Indonesia GA-974 menuju Singapura untuk kemudian transit di Singapura dan terbang kembali ke Amsterdam. Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya pada saat itu. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya. Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.
Kasus pembunuhan Munir merupakan salah satu kasus dari pelanggaran HAM berat, dimana  hak mengeluarkan pendapat seseorang dirampas, pemerintah pada saat itu sama sekali tidak dapat dikritisi. Seseorang yang berani mengkritisi, tidak segan pemerintah mempergunakan alat-alat negara untuk memberantasnya. Hak asasi manusia pada saat itu tidak terlalu diperhatikan, pemerintah hanya sibuk mengurusi bagaimana cara mempertahankan kekuasaan. Rakyat tidak pernah dilibatkan dalam mengetapkan kebijakan. Prinsip negara demokrasi yang dicanangkan tidak pernah berjalan. Hukum seperti tidak memiliki kekuatan, tajam kebawah tumpul keatas. Itu merupakan gambaran Indonesia di masa pemerintahan orde baru. Ada berbagai pelanggaran ham yang terjadi terutama yang dilakukan oleh pemerintah pada masa itu. Salah satunya kasus pembunuhan Munir ini. Dimana Munir adalah seseorang yang aktif dalam memperjuangkan hak asasi manusia pada masa itu. Setelah runtuhya orde baru melalui reformasi 1998 perbaikan terus dilakukan pemerintah salah satunya terkait perlindungan hak asasi manusia. Terkait kasus pembunuhan Munir, perlu ditegakan hukum dan ketegasan pemerintah terutama pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Karena sampai sekarang ini, kasus pembunuhan munir ini belum selesai.






BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Demokrasi memiliki makna pemerintahan rakyat atau dengan kata lain, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Maha esa dan hak ini harus dihormati, dilindungi, dan tidak layak untuk dirampas oleh siapapun serta tidak dapat dipisahkan dari pribadi manusia itu sendiri Hak yang paling mendasar dari manusia itu meliputi : Hak Hidup,  Hak kemerdekaan ( kebebasan), dan  Hak memiliki sesuatu. Rule of law adalah konsep tentang seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan. Supremasi hukum adalah unsur pertama dari rule of law UUD 1945 cukup jelas menyatakan Negara Republik Indonesia menempatkan hukum pada tempat yang utama sebagai pusat kekuasaan yang ada di dalam negara.

3.2     Saran
Disini kami sebagai penulis makalah ini mempunyai saran kepada para pembaca makalah ini agar tetap melestarikan demokrasi, hak asasi manusia (HAM) yang ada di Indonesia ini dan juga mampu menerapkan ajaran yang telah kami buat dalam makalah ini dalam ke hidupan sehari-hari dengan baik dan benar. Disamping itu, kami sebagai penulis berharap makalah ini bisa mermanfaat bagi para pembacanya dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati para pembaca, kami selaku penulis makalah ini mohon maaf dan terima kasih.